Perbedaan Sodium Laureth Sulfate dan Sodium Lauryl Sulfate

sodium laureth sulfate dan sodium lauryl sulfate

Dalam mengembangkan produk perawatan rambut, penting bagi Smartpreneur untuk memahami secara menyeluruh setiap bahan aktif yang akan diformulasikan. Dua kandungan yang sering ditemukan dalam daftar komposisi adalah Sodium Laureth Sulfate (SLES) dan Sodium Lauryl Sulfate (SLS).

Meski namanya mirip, perbedaan Sodium Laureth Sulfate dan Sodium Lauryl Sulfate cukup signifikan dan dapat memengaruhi kinerja serta kenyamanan produk di kulit kepala.

Melalui artikel ini, Smartpreneur akan mendapatkan pemahaman lebih dalam mengenai karakter masing-masing bahan, sekaligus panduan dalam menentukan pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi konsumen.

Perbedaan Sodium Laureth Sulfate dan Sodium Lauryl Sulfate

Sodium Laureth Sulfate (SLES) dan Sodium Lauryl Sulfate (SLS) adalah dua jenis surfaktan yang sangat sering ditemukan dalam produk personal care seperti face cleanser, sampo, body wash, hingga pasta gigi. Keduanya digunakan karena bisa menghasilkan busa dan membersihkan minyak dari kulit dan rambut. 

Meski fungsinya serupa, kedua bahan ini jelas berbeda secara struktur kimia, tingkat kelembutan pada kulit, dan cara pembuatannya. 

1. Struktur Kimia dan Proses Pembuatan

SLS adalah jenis surfaktan anionik yang berasal dari alkohol lauril yang telah melalui proses sulfatasi. Secara kimia, SLS tergolong lebih sederhana namun cenderung lebih keras terhadap kulit.

Surfaktan sendiri merupakan senyawa aktif yang berfungsi mengurangi tegangan permukaan antara dua zat, seperti air dan minyak. Dalam produk personal care, peran utama surfaktan adalah sebagai pembersih, penghasil busa, dan pengemulsi agar formulasi produk lebih stabil dan efektif.

SLES merupakan turunan dari SLS yang telah melalui proses tambahan yang disebut etoksilasi, yaitu penambahan molekul etilen oksida. Proses ini membuat struktur SLES lebih kompleks namun juga lebih lembut saat digunakan pada kulit.

2. Tingkat Iritasi

Dalam segmen personal care, mengetahui perbedaan ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan kenyamanan dan keamanan penggunaan produk.

SLS memiliki potensi iritasi yang lebih tinggi dibanding SLES, terutama bagi kulit sensitif atau dengan kondisi kulit tertentu seperti dermatitis. Menurut studi jangka panjang yang menggunakan patch SLS (0,025-0,075%) selama beberapa minggu mengakibatkan munculnya dermatitis kontak seperti kemerahan, kekeringan, dan peningkatan transepidermal water loss (TEWL).

SLES juga bisa memicu iritasi tapi dianggap lebih ringan dan lebih toleran pada kulit karena telah melewati proses etoksilasi. 

3. Efektivitas

Walaupun bisa memicu iritasi, SLS dan SLES ternyata efektif membersihkan minyak, kotoran, dan residu produk yang ada di kulit dan rambut. Produk personal care yang mengandung SLS memberikan sensasi sangat bersih tetapi bisa menyebabkan kulit terasa kering atau tertarik. 

Sebaliknya, produk dengan SLES memang tidak membersihkan seefektif SLS, namun lebih menjaga kelembapan sehingga tidak memicu kulit kering. 

 

Baca Juga: Mengapa Chlorphenesin Penting dalam Produk Skincare?

Isu Keamanan dan Persepsi Konsumen

Beberapa tahun belakangan, SLS dan SLES menjadi sorotan karena dianggap tidak baik untuk kesehatan kulit dan rambut. Banyak konsumen mulai mempertanyakan apakah bahan-bahan ini aman untuk digunakan setiap hari, terutama karena keduanya sering dikaitkan dengan efek iritasi kulit, kekeringan, bahkan isu jangka panjang yang belum terbukti secara ilmiah seperti potensi toksisitas. 

Meskipun badan pengawas seperti Cosmetic Ingredient Review (CIR) dan BPOM menyatakan bahwa SLS dan SLES aman digunakan dalam batas konsentrasi tertentu, kekhawatiran publik tetap muncul, khususnya dari kalangan konsumen dengan kulit sensitif atau kondisi kulit tertentu seperti eksim dan rosacea.

Persepsi negatif terhadap SLS dan SLES banyak dipengaruhi oleh kampanye yang menggunakan istilah seperti “bebas SLS” atau “non-sulfate” sebagai keunggulan produk mereka. Strategi ini secara tidak langsung membentuk opini bahwa bahan tersebut berbahaya, meskipun tidak selalu disertai dengan edukasi yang tepat. 

Akibatnya, konsumen sering menilai keamanan produk hanya dari label, bukan dari pemahaman tentang cara kerja bahan atau kadar penggunaannya. Di sinilah Smartpreneur perlu menggunakan bahan-bahan yang aman, kombinasi formula, dan melakukan uji yang terstandar. 

Alternatif SLS dan SLES

Sebagai respons terhadap kekhawatiran konsumen dan tren produk yang lebih ramah kulit, produsen personal care kini beralih ke alternatif surfaktan yang lebih lembut dibandingkan SLS dan SLES. Alternatif ini umumnya berasal dari sumber nabati dan dikenal memiliki potensi iritasi yang lebih rendah.

Cocamidopropyl Betaine

Salah satu alternatif paling populer, bahan ini berasal dari minyak kelapa dan berfungsi sebagai surfaktan sekaligus agen pembusa. Cocamidopropyl betaine sering digunakan dalam produk untuk bayi atau kulit sensitif karena kemampuannya membersihkan dengan lembut tanpa menyebabkan kekeringan.

Sodium Cocoyl Isethionate

Sering disebut sebagai baby foam, bahan ini juga berasal dari kelapa dan sangat ringan di kulit. Biasanya digunakan dalam sabun batang berbasis syndet (synthetic detergent) dan facial wash yang gentle

Disodium Laureth Sulfosuccinate

Ini adalah surfaktan yang juga lebih lembut daripada SLS dan SLES, dan dianggap non-iritan. Cocok digunakan dalam produk-produk untuk kulit kering atau sensitif karena sifatnya yang tidak mengganggu lapisan pelindung kulit alami.

Kini, setelah memahami perbedaan Sodium Laureth Sulfate dan Sodium Lauryl Sulfate, konsumen bisa memilih produk yang lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kulit mereka.

Berbagai alternatif yang telah disebutkan juga dapat menjadi referensi bagi Smartpreneur dalam merancang formula produk perawatan kulit atau personal care yang aman untuk penggunaan harian.

 

Baca Juga: Bolehkah Alpha Arbutin Dicampur dengan Bahan Aktif Lain?

CISAS: Maklon Terlengkap Sejak 1988

Memahami perbedaan Sodium Laureth Sulfate dan Sodium Lauryl Sulfate adalah langkah penting bagi Smartpreneur sebelum merancang produk yang tepat sasaran.

Untuk mewujudkannya, Smartpreneur dapat bekerja sama dengan CISAS, mitra maklon skincare dan personal care yang telah berpengalaman memproduksi ribuan formula aman, efektif, dan sesuai regulasi.

Semua proses pengembangan yang kami jalankan telah tersertifikasi dan sesuai dengan regulasi BPOM dan Halal. Yuk, konsultasi konsep Smartpreneur hari ini juga!

 

Ditinjau oleh dr. Oscar Wiradi Putera

Konsultasi dan Diskusikan Konsep Anda
Bersama CISAS

Share the Post:

Sertifikasi dan Penghargaan Jaminan Mutu

ISO_9001-2015
good corporate governance award 2010 logos
good manufacturing practice certification
logo cara pembuatan kosmetik yang baik
Logo halal

Silakan isi informasi Anda dan chat dengan saya

 

    Name *

    E-mail *

    Phone*

    Company representation or personal inquiry? *

    Company Name *

    Your Position *

    Occupation *

    Have you ever collaborated with an OEM? *
    YesNo